Senin, 28 September 2009

Pelayanan Sosial HKBP ke Jemaat & Masyarakat

Pelayanan HKBP Limo dalam aksi masyarakatnya senantiasa dilaksanakan. HKBP Limo berada di  Kelurahan Meruyung Kecamatan Limo. Masyarakat secara umum  tergolong miskin. Untuk itu lembaga HKBP yang ada di Limo  turut terpanggil melayani jemaat dan masyarakat. Pelayanan yang dilaksanakan berupa pengobatan gratis, bazar sembako murah, pelayanan pencarian dana pengobatan lanjutan bagi yang sakit saat dilaksanakan baksos, pemberian bantuan pendidikan bagi anak warga jemaat yang kurang  mampu tetapi berprestasi. Usaha pelayanan ini bagian kerjasama dengan Pertekes Distrik VIII Jawa Kalimantan, LCMS, Yayasan Sinar Kasih Anugerah, GKI Panglima Polim, dan banyak warga jemaat, serta HKBP sedistrik VIII Jawa Kalimantan sebagai mitra kerja. Tetapi tidak ketinggalan pula warga masyarakat dan tokoh masyarakat,  baik RT dan RW sekitar HKBP.




Kondisi  Warga Jemaat HKBP Limo banyak dalam kemiskinan. Kehidupan yang begitu berat menjadi persoalan khusus di wilayah Limo. Untuk itu sangat dibutuhkan pelayanan diakonia dan dukungan dari semua pihak.
Kondisi Lingkungan sekitar


Pelayanan Baksos Pengobatan Gratis bagi Jemaat dan
masyarakat sekitar




Pelayanan Bazar sembako murah


Warga masyarakat yang dapat kupon mengantri membeli
sembako yang disediakan





Pimpinan Jemaat HKBP Limo,Pdt.Statistik Siahaan &
RW (topi putih) sekitar HKBP Limo

Minggu, 27 September 2009

Pdt.Statistik Siahaan dan Istri Ria br Simanungkalit serta anak2 Jonathan&Jeremiah




Dimana Ada Orang Miskin Disitu ada Tuhan

*Pdt. Statistik Siahaan,STh
Pelayanan di HKBP Limo

Lembaga gereja
Gereja bukanlah gedungnya dan bukan pula menaranya, bukalah pintunya lihat di dalamnya gereja adalah orangnya. Ini syair lagu yang sering dinyanyikan anak sminggu. Lagu ini pula menekankan peran gereja bukan mega fisik gedung tetapi aktivitas pelayanannya. Kuria adalah kumpulan orang percaya yang melakukan aktivitas pada perubahan hidup rohani yang mengakibatkan fungsi sosialnya nyata. Untuk itu kini peran utama gereja telah bergeser dengan mengumpulkan membina orang hanya mengejar berdirinya bangunan fisik. Pada umumnya aktivitas pelayanan gereja sudah mengarah pada pembangunan fisik saja. Karena itu gedung gereja dibangun besar-besar -fasilitas mewah dan biaya perawatan lebih tinggi daripada dana pembinaan dan pelayanan sosialnya. Lembaga gereja tidak lagi membangun kesejahteraan sosial tetapi pembangunan fisik saja. Jemaat dan pelayanannya jatuh pada prilaku membangun kuburan cantik diluar tetapi busuk didalam. Gedung gereja yang besar tidak menjamin pelayanan berkualitas dan tidak menjamin orang yang dilayani mendapat damai sejahtera. Gedung yang besar menjadi tidak efektif karena dipakai sekali seminggu. Pelayanan mingguan di ruang lebih kecil dengan alasan pengiritan biaya ditambah dengan kakunya peraturan mengakibatkan gedung lebih kultus dari Tuhan Yesus Kristus itu sendiri. Orang lebih takut memakai gedung gereja untuk beragam aktivitas dibanding takut berbuat dosa dimanapun ia hadir dan beraktivitas. Ini fenomena atas hadirnya gedung besar tanpa tujuan yang jelas.

Gereja membawa kesejahteraan
Kondisi hidup yang berat saat ini menuntut tanggungjawab dari setiap orang berusaha lebih giat agar beroleh hidup yang lebih baik. Gereja sebagai lembaga juga terpanggil untuk menghadirkan perubahan kondisi hidup sosial yang kini terkena wabah kemiskinan. Untuk itu harus ada perubahan program gereja yang pada umumnya asumsi kebutuhan jemaat,akhirnya menghasilkan pelayanan yang statis dan tidak inovatif. Orang Kristen memiliki tanggungjawab untuk memerangi sistem dan orang yang menghadirkan kemiskinan dan kesengsaraan umat manusia. Untuk itulah Gereja harus aktif melihat kebutuham agar tidak salah program. Apa masalah jemaat dimasa sering tidak benar-benar di perhatikan sehingga tidak tepat program dan sasaran . Semua style itu harus diubah dan dimulai dengan lebih dahulu melakukan penelitian kebutuhan jemaat. Pada hakekatnya program lembaga gereja sampai saat ini cenderung ritual (kebiasaan) itu makanya harus diubah menjadi pelayanan yang berpihak pada jemaat yang mengarah pada kesejahteraan hidup warga baik psikis, sosial dan spiritualnya. Namun perubahan itu suatu yang sangat mustahil tanpa semangat reformasi. Lembaga gereja khususnya para pekerjanya perlu direformasi kearah yang lebih baik dengan mengikutkan sertakan warga jemaat menentukan program. Hal ini juga merupakan usaha benar-benar para pengerja gereja melibatkan warga jemaat melaksanakan program. Program gereja sering sekali hanya milik pengerja gereja, jemaat hanya pengikut menjadi obyek pelayanan. Jemaat sering diposisikan menjadi pendengar dan pesakitan akhirnya program tidak berjalan maksimal. Untuk itu suatu perubahan umumnya itu sulit didilakukan, suatu kebiasaan jika ada perubahan akan menghadapi penentangan yang berat bertitik tolak pada SDM dan dana.

Mengapa hadir pertentangan itu ? Karena lembaga gereja kurang melakukan penelitian akan kebutuhan mendasar dari jemaat sebelum menghadirkan program. Program dalam gereja tidak jauh dari apa yang telah di perbuat oleh pendahulunya dan majelis cenderung tidak mau berubah karena tidak mau direpoti. Program yang dilakukan intinya ibadah mingguan dan ibadah sektor atau wilayah. Gereja yang berkoinonia, bermarturia tidak akan lebih mengenal Tuhan jika tidak berdiakonia. Hal ini menjadi penting karena banyaknya orang berkoinonia kurang diarahkan untuk memiliki hati yang melayani orang miskin, papah, yang butuh pertolongan. Mereka bernyanyi bagus buat acara hebat namun orang miskin, orang bermasalah dalam jemaat tidak pernah mendapat perhatian yang serius. Akhirnya komentar orang ternyata saat tidak ada masalah bergaul sangat indah di gereja tetapi saat ada masalah selesaikan sendiri sepertinya tidak saling kenal. Jika ada kemiskinan, sakit dianggap kutukan dari Tuhan atas dosa yang diperbuat dan gereja sepertinya tidak mau bertanggungjawab serta tidak bersedia membawa perubahan agar timbulnya keberfungsian sosial. Gereja sepertinya mengkomando setiap orang agar menghindari orang tersebut bukan semakin dirangkul dan dikuatkan. Gereja mengangap bahwa pemerintahlah yang memiliki tugas untuk melakukan perubahan kesejahteraan itu. Gereja harus sadar bahwa dimana ada orang miskin disana ada Tuhan. Karena Tuhan peduli pada orang miskin. Tetapi gereja berusaha menjauhkan diri dari rasa peduli terhadap orang miskin. Karena gereja tidak memahami akan perintah Tuhan Yesus untuk peduli orang miskin (matius 25). Allah hadir didalam konteks orang yang tertindas dan disiksa oleh ketidakadilan dan ketidakbenaran.Gereja mencoba menjauhkan kasih karunia Allah bagi manusia dan orang miskin dengan menolak memberi perhatian terhadap mereka.

Kondisi Gereja masa kini
Gereja sampai kini bangga dengan ajaran dogmatisnya tentang Tuhan yang disorga tetapi kurang mengaktualisasikannya dalam pelayanan diakonia dan tidak menghadirkan Tuhan yang peduli dan dekat pada orang miskin serta yang membutuhkan. Ini pengalaman yang menyedihkan secara umum bagi proses perjalanan gereja . Tuhan yang transsenden itu sepertinya tak mau melihat situasi umat miskin, papah dan tertindas oleh ketidakadilan serta kebenaran. Ini yang dilakukan gereja sehingga ada banyak jiwa yang tidak menikmati kasih TuhanNya yang agung mulia.

Jika tugas untuk menghadirkan perubahan keberfungsian sosialnya untuk kesejahteraan diperhatikan semua lembaga gereja. Orang akan mengalami kebangkitan iman jika sentuhan pada kehidupannya juga diperhatikan. Untuk itu lembaga gereja harusnya sangat konsert pada kegiatan ini. Pelayan dan pengurus lembaga harusnya mensharingkan kepada seluruh jemaat yang menekankan subsidi silang. Jemaat pada saat ini telah menuntut pelayanan lebih banyak terarah kedalam jemaat dan lingkungannya. Untuk itu konsep penyaluran dana ke pusat harusnya diperhatikan ulang agar lebih terarah. Jika penyaluran dana ke pusat untuk pelayanan integral seperti diakoni, sekolah-perguruan tinggi itu, marturia dalam penginjilannya menjadi keharusan dari tiap jemaat. Namun pelayanan kegiatan kategorial tidaklah menjadi keharusan jika perlu hanya persentasi saja. Karena dana program pembinaan haruslah di lokal lebih banyak dengan demikian dana itu dapat meningkatkankan peran lembaga gereja dilokal bagi jemaat dan orang sekitarnya.

Gereja berpihak orang miskin
Hidup miskin bukan cita-cita tetapi dampak atau akibat kondisi ketidakadilan dan ketidakbenaran. Karena itu gereja tidak boleh menutup mata terhadap orang miskin. Gereja harus menjadi pelaku pertama dalam mengentaskan kemiskinan. Gereja yang berbasis spritual dan sosial harus peduli pada pelayanan sosial. program gereja baik dikota dan didesa harus menyentuh kehidupan jemaat secara menyeluruh mencapai kesejahteraan sosialnya. Untuk itu gerakan untuk pendidikan harus dilakukan oleh gereja. Ada banyak anak jemaat yang berhasil mengikuti pendidikan namun ada juga yang kurang beruntung. Gereja harus memberi solusi untuk itu. gereja mungkin tidak ada dana sebagai alasan klasiknya. Namun jika seksi pendidikan memang memiliki data dapat mencari lembaga pembantu atau donateur. Tetapi umumnya gereja tidak membuat data sehingga tidak ada yang dapat diketahui perkembangan dan kemundurannya. Demikian juga untuk peningkatan sdm jemaat tidak memberikan perhatian. Tetapi disaat salah satu jemaat sukses gereja memuji dan meminta perhatian terlebih uang untuk pesta gereja bukan untuk pelayanan sosial jemaat para donateur diajak berpartisipasi. Kemudian disaat terjadi keterpurukan atas orang sukses itu terjadilah banyak issu yang beredar termasuk gereja melegitimasi issu bahwa semua itu kutukan Tuhan. Semua ketidakadilan ini sepertinya dipelihara gereja dan jemaat. untuk itu gereja berpihak pada orang miskin harus menjadi motto pelayanannya. Dengan demikian kehadiran Tuhan atas seluruh kondisi hidup jemaat menjadi nyata. Disaat jemaat sakit gerejalah yang harus lebih besar memberi bantuan pengobatan bukan sekedar buah tangan terlebih bagi jemaat yang kurang mampu. Jika jemaat mengalami dukacita gereja memberi perhatian terbesar juga terlebih bagi yang kurang mampu. Gereja menopang usaha legal jemaat agar lebih mengembang dengan membina sdm jemaat dalam berusaha. Dengan kehadiran gereja yang nyata demikian maka nyatalah tuhan itu penuh kasih. Gereja hadir membawa kesejahteraan bagi umat. Gereja harus menjadi milik masyarakat. Itulah peran gereja dalam programnya. Dengan kata lain warga jemaat mampu berdialog dan berkomunikasi dengan masyarakat secara umum. Dialog gereja dengan masyarakat harus nyata agar hadir kedamaian dalam dunia ini. Di masyarakat kegiatan Kristen dicap untuk pengkritenan, ini memang stigma yang menakutkan dan benteng besar. Tetapi orang Kristen harus mengubah image itu dengan memahami PI yang lebih holistik. Pemberitaan Injil utamanya setiap orang merasakan kasih dan mengaku Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamatnya atas karya Roh Kudus. Suatu kemukjijatan itu terjadi atas Kuasa Tuhan sendiri bukan karya manusia. Umat Kristus mengemban Missi bagaimana Kasih itu dapat ditabur sehingga dapat dirasakan setiap orang. Karena programnya adalah umat Kristus peduli pada Keselamatan dunia. Missi itu memiliki target orang miskin, sakit, menderita atas ketidak adilan dan kebenaran mendapat hak dan kedamaian. Setiap umat Kristus yang mengemban missi itu sudah memberitakan Injil. Adapun masalah setiap yang merasakan kasih itu menerima Tuhan Jesus menjadi juruselamatnya itu pekerjaan Roh Kudus.

Penutup
Gereja yang holistik pelayanannya harus lebih membumi. Pada dasarnya aturan Gereja sudah menegaskannya. Namun lemahnya Sumber Daya Manusia dan Dana, akhirnya banyak program yang tidak dilaksanakan yang menyentuh jemaat dan masyarakat. Warga lebih banyak dibawa pada pengharapan yang pasif. Ibadah yang diarahkan gereja haruslah menuntun jemaat pada sikap mengisi perjalanan hidup dengan aktivitas yang membangun hidup kearah yang lebih baik tidak menyerah atau dibiarkan berjalan sendiri. Gereja harus mampu membuka mata,telinga,pikiran yang buta,lumpuh dan bebal. Dengan tujuan membangun inovasi agar tidak putus asa karena pengharapan masih dalam Tuhan Yesus Kristus. Namun untuk itu semua gereja harus memiliki SDM seperti pekerja sosial. Para tenaga pekerja sosiallah yang memiliki konsert pada program gereja mengaplikasikan di lapangan pelayanan. Karena konsep pelayanan bagi pekerja sosial berbuat dalam arti menghadirkan keberfungsian sosial. Tujuannya agar tercapai kesejahteraan hidup manusia yang sebenarnya.
*Penulis saat ini sedang mengikuti Magister Kesejahteraan Sosial di STISIP Widuri