Rabu, 07 Oktober 2009

Doktrin Keagamaan dan Spirtualitas

Pdt. Statistik Siahaan

Gerakan keagamaan pada saat ini sangat marak. Pelayanan pengajaran agama juga sangat marak dimana-mana ada sepertinya banyak kelompok persekutuan dibuka seperti kios-kios jajanan menawarkan jualan. Apakah ini ciri terbentuknya spiritualitas ? Pembinaan soal keagamaan merupakan suatu kegiatan yang sangat penting, namun pada kenyataanya yang terjadi hanya peningkatan pengetahuan agama saja bukan semakin meningkatnya spiritualitas. Akibatnya hadirnya prilaku yang senang mencela, membicarakan kejelekan lembaga atau orang lain kemudian mengklaim diri dan kelompoknya yang kudus. Jika diperhatikan orang yang terjun dipemerintahan, bisnis, politik, semuanya adalah orang yang beragama. Namun berapa persenlah yang memiliki spiritualitas baik dan yang menunjukkan ahlak yang baik. Namun ada banyak yang berahlak buruk dan menjadi koruptor, pemeras rakyat, lintah darat, pezinah dan lain sebagainya. Hal itu terbukti dengan banyaknya para pelaksana eksekutif, yudikatif, legislatif, usahawan yang terjerat hukum.

Orang banyak mendapat pendidikan agama dan menjalankan ibadah, namun terlihat hanya pemuasan intelektual atau mencari pengakuan sosial saja. Ibadah dengan ritual agama merupakan rutinitas saja jika tidak diikuti dengan pemaknaan kepercayaan dengan tulus yakni mengasihi sesama dengan menghargai tugas dan tanggung jawab yang diembankan semua itu omong kosong. Ada banyak orang yang tidak menunjukkan spiritualitasnya tetapi rajin melakukan ibadahnya. Orang tersebut mencari intelektualitas agama semakin tinggi intelektualitas agama belum tentu sama, seseorang itu memiliki spritualitas yang tinggi. Orang yang mengejar pengetahuan agama akan terpenjara dengan konsep dogma yang kaku. Orang-orang demikian cenderung terjebak pada konsep individual dan komunitasnya. Jika diperhadapkan dengan orang yang diluar golongannya akan cenderung menutup diri.

Semua kelompok agama di dunia dan khususnya Indonesia juga mengalami persoalan ini. Nilai keagamaan yang hakiki belum dimiliki hal itu dibuktinan terbangunnya tembok pemisah antara seorang manusia yang satu dengan manusia lain. Apakah satu agama atau satu aliran. Ada ilustrasi, jika ada seorang manusia yang mengalami satu peristiwa maka keluarlah pertanyaan diawali orang apa, suku apa, kaya miskinkah, agama apa, kelompok kita atau tidak. Jika klimaks kelompok kita maka pertolongan akan dilakukan pertolongan namun jika tidak kelompoknya akan dibiarkan sampai mati. Anekdotnya jika kucing ketabrak maka langsung dikebumikan namun manusia tertabrak langsung lari saja. Dimana letak kemanusiaannya ? Adapula hal yang merupakan sakit masyarakat doyan gebuk orang dan bakar, ada prilaku curi milik penabrak atau yang ditabrak dengan alasan diamankan. Akhirnya orang yang kena kecelakaan tidak tertolong malah ketiban sial.

Agama pada hakekatnya membangun spiritualitas setiap orang yang melakukan ibadahnya bukan intelektualitas agamanya saja. Spiritualitas intinya adalah memahami, memaknai dan melakukan ajaran agama dengan tulus tanpa membedakan yang membimbing orang menjadi welas asih. Nilai spiritualitas agama yang ada dalam diri setiap orang akan mengajar orang tersebut semakin rendah hati dan juga penuh welas asih, mengarahkan penganutnya semakin cinta kebenaran, keadilan dan kedamaian. Untuk menyadarkan umat bahwa semua yang ada didunia ciptaan yang maha kuasa sebab itu harus saling mengasihi dan memperhatikan dengan tulus. Karena itu orang belajar ilmu agama belum tentu sudah berspiritualitas. Sebab banyak yang memiliki pengetahuan agama tetapi ahlaknya rendah. Hal itu terlihat dari tindakan hidup yang lebih cenderung memiliki egois keagamaan. Jika melihat kenyataan di lapangan kerap kali justru orang beragama berbanding terbalik dengan semua nilai-nilai mulia keagamaan yang dianutnya. Buktinya, kerusuhan dan pertumpahan darah karena agama atau karena membela agama bukan baru terjadi di abad ini dan di negeri ini saja, tetapi sudah berlangsung berabad-abad. Perang Salib (1096-1291) misalnya, berlangsung pada masa Perang Salib I-VII, yang bertolak bukan sekedar permainan politis tetapi lebih pada sebuah lontaran yang keras dari sebuah meriam fanatisme keagamaan yang sudah memanas. Adanya gerakan terorisme dari suatu kelompok agama hal ini juga berdasar pada konteks pengajaran intelektual agama dibanding spiritual agama. Orang yang mengejar hukum agama akan kehilangan nilai hakiki ajaran yang terkandung dalam agama itu sendiri yaitu kasih. Untuk menjadikan usaha ini otentik dalam pandangan agama, maka para pejuang yang karena membela agamanya gugur kemudian dijuluki dengan penghormatan tertinggi sebagai seorang martir atau syuhada. Pada kondisi tertentu agama dijadikan alat kekerasan yang sebenarnya tidaklah demikian. Namun hal itu terjadi dikarenakan penganut agama itu sendiri tidak memiliki spiritualitas dari kepercayaannya itu.
Spirit yaitu semangat - ruahk - roh yang maha kuasa menguasai manusia untuk menjadikan pribadi yang berahlak taat pada Tuhan, yang disampaikan dalam ajaran agama serta mengasihi sesama manusia dengan tulus. Jika seorang mengasihi tuntutannya bukan sebatas kelompok atau golongan saja tetapi sesama manusia. Manusia seperti itu berarti memiliki ahlak, bermoral dalam tutur kata dan perbuatan. Orang berspritualitas tidak menjadikan kesenangan diri dan kelompok menjadi target. Namun tetap memperhatikan hidup banyak orang yang diluar diri dan kelompoknya.

Spiritualitas merupakan kehadiran kekuatan yang mahakuasa dalam diri seseorang. Orang semakin menghayati nilai agamanya dan mengasihi sesama tanpa melakukan pembedaan. Ajaran agama apapun pada intinya menekankan bagaimana melayani, mengasihi, membantu semua orang lain yang lemah dengan tulus. Agama seseorang tidak akan hilang jika ia mengasihi sesama dan memperhatikan hidup orang lain. Nilai keagamaan seseorang tidak terletak pada kerajinan datang ke gereja atau tempat ibadah. Wacana ini berkembang pada saat ini. Hal ini harus mendapat tanggapan yang benar bagi para rohaniawan khususnya para pelayan Kristen. Karena umat telah melihat bagaimana warga gereja sudah tidak berbeda lagi dengan pemahaman keagamaan sebelum Yesus Kristus. Orang banyak beribadah tidak lebih dari tuntutan sosial dan sekedar mencari pengakuan sosial. Pada hakekatnya mereka tidak memiliki spiritualitas jika dilihat dari pengajaran Tuhan Yesus sendiri.

Warga seharusnya semakin melihat bagaimana tindakan Tuhan Yesus memperlakukan orang kecil, miskin, yang lapar, menangis dan yang ditolak ternyata disingkirkan banyak orang-orang gereja pada jaman ini. Pengajaran Tuhan Yesus pada Kitab Lukas 6 : 20-23 :
Lalu Yesus memandang murid-murid-Nya dan berkata: "Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah.Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini lapar, karena kamu akan dipuaskan. Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini menangis, karena kamu akan tertawa. Berbahagialah kamu, jika karena Anak Manusia orang membenci kamu, dan jika mereka mengucilkan kamu, dan mencela kamu serta menolak namamu sebagai sesuatu yang jahat. Bersukacitalah pada waktu itu dan bergembiralah, sebab sesungguhnya, upahmu besar di sorga; karena secara demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan para nabi. Bnd Matius 5 : 3-12 :
"Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur. Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi.Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan. Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan. Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah. Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat.Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu."
Disini terdapat pengajaran tentang nilai spiritualitas tidak sekedar pemahaman agama saja. Atas orang ini Tuhan secara khusus merentangkan tangan pertolongannya. Nilai spiritualitas yang ditunjukkan Tuhan Yesus yang terdapat dalam diriNya. Nilai itu juga yang sebenarnya hadir dalam hidup orang beragama bukan pemahaman agama saja. Tuhan melakukan pembelaan terhadap hak orang yang tertindas dari penguasa dan orang yang mengandalkan kekuatan. Tuhan memberikan perhatian dan solider pada orang miskin dan tertekan tersebut agar memiliki kebebasan. Tuhan menekankan bahwa murid Kristus tidak boleh lagi menutup mata terhadap yang bobrok, ketidak adilan, bersikap acuh tak acuh pada kemiskinan, penderitaan, kelaparan, penindasan, ketidak adilan, yang menimpa sesamanya. Namun harus berani melihat dan memperbaiki bukan membiarkan itu terjadi serta membela diri bahwa itu bukan bagian dari urusan kesaksian imannya.

Gereja haruslah membangun spiritualitas umatnya yang sebagaiman spiritualitas Yesus Kristus dan mengajarkan menyaksikan pada semua manusia. Gereja dituntut lebih mengarahkan langkahnya pada sikap dan tindakan yang lebih nyata menghidupkan spiritualitas umat bukan berhenti pada penekanan pemahaman doktrin agama saja. Hal ini menjadi tuntutan yang harus dijawab dalam persekutuan-persekutuan ibadah. Karena jika tidak demikian manusia hanya bangga dengan nilai agamanya tetapi tidak hidup pada tuntutan nilai spiritualitas agama itu sendiri. Jika spiritualitas itu tidak hadir dalam setiap perjalanan hidupnya maka hadirlah egoisme keagamaan yang tak lain dan tak bukan dipicu oleh sebuah anggapan yang dangkal kemudian pada masa tertentu telah mengental menjadi sebuah doktrin, dan kemudian memadat menjadi sebuah fanatisme yang terwujud dalam sebuah egoisme yang berbaju agama.

Spiritualitas dalam keagamaan itu tidak sekedar memahami nas inti atau eklusive. Tetapi spiritualitas dari nilai agama itu harus terlihat dari peran setiap umat memperdulikan orang yang kecil dan lemah, sehingga kabar sukacita sampai pada setiap orang atau setiap mahluk. Untuk itu tugas umat Kristus masih banyak yaitu menyatakan Kristus peduli pada mereka yang lapar, menangis, pesakitan, tertindas oleh kemiskinan, ketidakadilan dan ketidak benaran. Jika pelayanan itu telah dilakukan maka gereja telah menekankan spiritualitas kekristenan bagi umat. Salam Kasih, (HKBP Limo)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar